Oleh: Johanes Hutapea
Ketua Jurnalis Depok (KJD)
Kebebasan Pers, merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dilindungi oleh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Namun tidak terlepas dari itu, problem serius yang diduga sengaja dimainkan untuk menggerogoti dan membatasi Kebebasan Pers belakangan ini, antara lain adalah; 'praktik monopoli' yang terkesan sengaja dikondisikan oleh para oknum penyelenggara pemerintahan, baik itu di institusi, lembaga, yang mengelola anggaran (APBN/APBD), juga oknum pejabat korup, di hampir seluruh Nusantara kepada segelintir organisasi yang mengklaim sebagai organisasi pers yang justeru terkesan dihadirkan sebagai pembeckup.
Sehingga menyiratkan adanya perlakuan diskriminatif dan pengkotak-kotakan terhadap yang lain, serta fenomena maraknya intimidasi dengan menggunakan kelompok premanisme yang diwarnai kekerasan dan penghilangan terhadap Wartawan.
Penghormatan serta pelindungan, terhadap hak kebebasan berpendapat dan berekspresi sesungguhnya menjadi ranah kewajiban negara. Sebagaimana Konstitusi kita, pada Pasal 28I (ayat-4) menyebutkan; 'adalah merupakan kewajiban atau tanggung jawab negara' dalam Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam peraturan sebuah Negara Demokrasi, salah satu hak yang dimiliki warga negara adalah; 'hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat'. Bahkan, Indonesia juga telah Meratifikasi, Kovenan Hak Sipil dan Politiknya melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005.
Sehingga cukup jelas ditegaskan dalam Undang-Undang itu, bahwa; hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat mencakup hak setiap orang untuk berpendapat tanpa campur tangan, hak setiap orang untuk menyatakan pendapat, termasuk kebebasan untuk mencari, menerima, dan memberikan informasi serta pemikiran, terlepas dari pembatasan, baik itu secara lisan, tertulis, maupun dalam bentuk cetakan, karya seni, atau melalui media massa dan media lainnya. (®)