Kebijakan Walikota Depok: Mobil Dinas Dibawa Mudik Bentuk Apresiasi atau Pelanggaran Aturan?

 





Pojok Editorial : 

Minggu 30 Maret 2025


*Kebijakan Walikota Depok: Mobil Dinas Dibawa Mudik Bentuk Apresiasi atau Pelanggaran Aturan?*


Oleh: Joko Wahrinyo

Ketua Mitra Pers Depok (MPD)


"Kebijakan yang dikeluarkan Walikota Depok, Supian Suri, pada Lebaran 2025 yang memperbolehkan pejabat Pemkot Depok untuk membawa mobil dinasnya saat mudik, langsung mencuri perhatian publik. Kebijakan ini, meski dimaksudkan untuk memberikan apresiasi kepada para pejabat yang telah bekerja keras, menimbulkan beragam reaksi. 


Sebagian besar menyambut kebijakan tersebut dengan antusiasme, namun tak sedikit yang mempertanyakan kesesuaian langkah ini dengan ketentuan peraturan yang berlaku.


Pada dasarnya, mobil dinas pemerintah, yang sejatinya dibeli dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), seharusnya hanya digunakan untuk urusan dinas. Penggunaan mobil dinas di luar kepentingan kantor, seperti untuk keperluan mudik pribadi, melanggar prinsip dasar efisiensi dan akuntabilitas yang seharusnya dijaga dalam pengelolaan anggaran negara.


Kebijakan Walikota Depok yang memperbolehkan mobil dinas digunakan untuk mudik, meskipun dilandasi oleh niat positif, memunculkan perdebatan. Terutama ketika masyarakat mulai mempertanyakan, apakah hal tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap aturan yang ada.


Tidak hanya itu, muncul juga kekhawatiran bahwa langkah ini bisa membuka celah penyalahgunaan wewenang, dimana pejabat pemkot dengan mudah membawa mobil dinas keluar-kota dengan alasan yang tidak jelas.


Seiring berjalannya waktu, perdebatan semakin memanas. Bahkan, banyak pejabat daerah lain yang secara diam-diam melakukan hal serupa; membawa mobil dinas untuk mudik dengan mengubah plat nomor menjadi plat hitam. 


Meskipun begitu, pengawasan terhadap hal ini cenderung longgar dan kurang ketat. Inilah yang mungkin menjadi alasan bagi sebagian orang untuk mendukung kebijakan Walikota Depok tersebut, meskipun dengan dasar yang lemah.


Namun setelah menuai berbagai kritikan, Walikota Depok Supian Suri, akhirnya mencabut kebijakan tersebut hanya beberapa hari setelah pengumuman. Alasan pencabutan kebijakan ini, adalah; untuk kembali tunduk pada aturan yang lebih tinggi yang memang melarang penggunaan mobil dinas untuk kepentingan pribadi. 


Kebijakan yang sempat diusulkan dengan niat baik ini pun, akhirnya dinilai terburu-buru dan tidak cukup matang. Warga Depok, meskipun memahami niat baik dibalik kebijakan tersebut, mayoritas menilai bahwa pengumuman ini terlalu cepat tanpa pertimbangan yang mendalam. Mereka merasa bahwa kebijakan ini, meskipun tidak bermaksud merusak tatanan yang ada, seharusnya dipikirkan lebih matang sebelum diputuskan. 


Tindakan tegas Walikota yang mencabut kebijakan ini, memang mendapat apresiasi dari beberapa kalangan, namun di sisi lain banyak yang mengkritik bahwa kebijakan ini sudah menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian bagi masyarakat.


Agus Pambagio, seorang pengamat kebijakan publik, memberikan pandangannya terkait kebijakan ini. Menurut Agus, kebijakan Walikota Depok yang memperbolehkan penggunaan mobil dinas untuk mudik adalah sebuah langkah keliru. Agus juga menegaskan, bahwa; mobil dinas dibeli menggunakan APBD dan seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan dinas, bukan untuk urusan pribadi. 


Agus menegaskan, bahwa; penggunaan mobil dinas untuk mudik akan menambah beban anggaran, terutama jika terjadi kerusakan pada kendaraan tersebut. 


"Siapa yang akan menanggung biaya perawatan atau kerusakan jika mobil dinas digunakan untuk mudik? Tentu saja beban tersebut akan kembali kepada negara, yang berarti rakyat juga yang harus menanggungnya," beber Agus.


Dari kebijakan ini, kita dapat menarik beberapa pelajaran penting mengenai pengelolaan sumber daya negara dan bagaimana keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah harus memperhatikan kepatuhan terhadap aturan yang ada. 


Walikota Depok, meskipun niatnya baik untuk memberikan apresiasi kepada pejabat pemkot, akhirnya harus mengakui bahwa kebijakan tersebut tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan anggaran yang efisien dan akuntabel.


Pengalaman ini menunjukkan, bahwa; kebijakan yang tergesa-gesa tanpa kajian mendalam bisa berisiko menimbulkan kebingungan sendiri, bahkan bagi mereka yang niatnya baik. Semoga, dimasa depan, kebijakan-kebijakan serupa bisa dipertimbangkan lebih hati-hati agar tidak menimbulkan perdebatan dan merusak tatanan yang sudah ada. (FC-G65)

Lebih baru Lebih lama